Judul | : | Penerapan Restorative Justice Pada Tindak Pidana Anak |
File Pendukung![]() Harus Login |
Peneliti | : | Nama Peneliti Ketua Tim : Suharyo, S.H., M.H. Sekretaris Tim : Nevey Varida Ariani, S.H. Anggota Tim : 1. Drs. Ulang Mangun Sosiawan, M.H. 2. Melok Karyandani, S.H. 3. Sri Mulyani, S.H. Sekretariat : 1. Fitriyani, S.H., M.Si. 2. Sujatmiko, S.H., M.Si. 3. Endah Anggraini | |
Metode Penelitian | : | Kualitatif Yuridis Empirik | |
Tahun Penelitian | : | 2016 | |
Penerbit/Institusi/Afiliasi | : | Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum | |
Stakeholder | : | 1. Menteri Hukum dan HAM 2. Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM 3. Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia 4. Badan Pengembangan Sumber daya Manusia | |
Subjek Penelitian | : | Anak (Belum Berumur 12 tahun) | |
Kategori Penelitian | : | Hukum | |
E-Book | : | http://ebook.balitbangham.go.id/detail/penerapan-restorative-justice-pada-tindak-pidana-anak | |
1. Bagaimana penerapan restorative justice dalam tindak
pidana anak, dan kesiapan jajaran penegak hukum, dan
institusi terkait?
2. Bagaimana sistem pemidanaan dan tindakan terhadap
tindak pidana yang dilakukan oleh anak?
3. Bagaimana model dan konsep perlindungan terhadap anak
yang melakukan kejahatan, anak korban dan saksi?
|
|||
1. Untuk mengetahui penerapan restorative justice dalam
tindak pidana anak sekaligus untuk mengetahui kesiapan
jajaran penegak hukum, dan institusi terkait lainnya.
2. Untuk mengetahui sistem pemidanaan dan tindakan
terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak
yang melakukan kejahatan, anak korban dan saksi.
|
|||
1.Kepolisian Republik Indonesia c.q. Badan Reserse Kriminal
perlu segera memenuhi jumlah penyidik anak dengan
Penerapan Restorative Justice pada Tindak Pidana Anak 165
mengadakan pendidikan dan latihan tentang Undang-
Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UUSPPA),
bekerjasama dengan pihak terkait. Disamping itu, juga
mendorong di setiap Kepolisian Resort dan Kepolisian
Sektor untuk menyediakan ruangan khusus pemeriksaan
yang terpisah dari ruangan pemeriksaan dan penahanan
tersangka orang dewasa. Peran Bhayangkara Pembina
Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas),
perlu didorong agar dapat menjembatani penyelesaian
anak yang melakukan kejahatan, tidak harus berlangsung
sampai ke peradilan.
2. Kementerian Hukum dan HAM R.I. c.q. Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan perlu segera merealisasikan
pembangunan Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA), dan pembangunan kantor Balai Pemasyarakatan
(BAPAS) di setiap Kabupaten/Kota sekaligus memperkuat
organisasinya dengan:
2.1. Mengadakan kerjasama dengan Dinas Pendidikan
Provinsi/Kabupaten/Kota untuk mengoptimalkan
pendidikan lanjutan di LPKA.
2.2. Menyediakan anggaran yang memadai dalam proses
diversi/peradilan anak pada petugas BAPAS.
2.3. Perlu ditingkatkan jumlah/kuantitas pendidikan dan
pelatihan terpadu UUSPPA.
2.4. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI,
perlu mengadakan pendekatan terhadap Kantor
Wilayah Kementerian Agama dan Pemerintah Daerah
dalam upaya mendukung penanganan anak yang
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia 166
berhadapan dengan hukum di wilayahnya masingmasing.
3. Kementerian Sosial, Dinas Sosial Provinsi/Kabupaten/
Kota perlu:
3.1. Melakukan pendampingan dan pembimbingan pada
pelaku kejahatan anak, anak korban, dan anak saksi.
3.2. Melakukan rehabilitasi pada pelaku kejahatan anak,
anak korban, dan anak sasksi.
3.3. Melakukan pembimbingan dan pembinaan terhadap
mantan anak pidana
4. Lembaga Bantuan Hukum, perlu lebih proaktif untuk:
4.1. Mendampingi anak pelaku kejahatan pada saat
dimulainya penyidikan dan penangkapan oleh
kepolisian, serta pada saat terjadinya kejahatan yang
melibatkan anak sebagai pelaku kejahatan di tengah
masyarakat.
4.2. Mengupayakan penguatan restorative justice dan
diversi pada saat penyidikan, penuntutan sampai
penetapan putusan di pengadilan negeri.
4.3. Memberikan bantuan hukum untuk mendapatkan
keadilan bagi terdakwa anak setelah memperoleh
vonis hakim, mengupayakan banding, kasasi, bahkan
peninjauan kembali. Di samping itu, Lembaga
Bantuan Hukum berkewajiban untuk mendorong dan
menjembatani anak korban, dan anak saksi untuk
meminta perlindungan pada Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban, serta merumuskan tuntutan ganti
rugi baik pada pelaku maupun pada negara.
5. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban harus lebih
proaktif untuk mengantisipasi fenomena kejahatan anak,
utamanya setelah berlakunya Undang-Undang Sistem
Peradilan Pidana Anak.
6. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) perlu
didorong dan diperkuat di dalam melakukan pengawasan
sekaligus perlindungan terhadap anak yang berhadapan
dengan hukum.
7. Mendesak kepada berbagai institusi terkait, untuk segera
mempercepat pembentukan peraturan pelaksana Undang-
Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
|
Lokus Provinsi | Lokus Kabupaten/Kota | Temuan Penelitian/Data Lapangan | Keterangan (Saran & Kebijakan) | Lokus Provinsi | Lokus Kabupaten/Kota | Temuan Penelitian/Data Lapangan | Keterangan (Saran & Kebijakan) |
---|