Judul | : | Kajian Permasalahan Hukum dan HAM dalam Pemberian Remisi |
File Pendukung![]() Harus Login |
Peneliti | : | Rooseno Harjowidigdo | |
Metode Penelitian | : | pendekatan yuridis-empiris | |
Tahun Penelitian | : | 2016 | |
Penerbit/Institusi/Afiliasi | : | Balitbangkumham | |
Stakeholder | : | Ditjen Hak Asasi Manusia, Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Ditjen Pemasyarakatan | |
Subjek Penelitian | : | Permasalahan hukum dan hak asasi manusia | |
Kategori Penelitian | : | Hak Asasi Manusia' | |
E-Book | : | http://ebook.balitbangham.go.id/detail/permasalahan-hukum-dan-hak-asasi-manusia-dalam-pemberian-remisi | |
1. Mengapa timbul overapacity napi dan apakah ada kendala
untuk mengatasinya?
2. Mengapa terjadi perbedaan pendapat dalam masyarakat
tentang pemberian remisi, apakah karena masalah justice
collaborator?; dan
3. Bagaimana sebaiknya norma hukum dan prinsip hak
asasi manusia diintegrasikan ke dalam draft perumusan
pemberian remisi?
|
|||
semua narapidana menurut UU 12/1995 mempunyai hak atas pengurangan masa hukuman. Agar dalam merevisi PP 99/2012 hasilnya tidak memicu konflik di dalam lembaga pemasyarakatan, setiap napi secara adil dan tidak diskriminasi mendapatkan remisi, dibuat dengan kajian yang mendalam dengan melibatkan ahli hukum tata negara dan ahli hukum pidana, pembentukannya tidak menyalahi prosedur peraturan perundang-undangan,
|
|||
1. Remisi dari rezim ke rezim
Agar tidak menjadi senjata dari rejim ke rejim, artinya bisa
dipakai untuk menggugat remisi dari rejim sebelumnya
terhadap rejim yang baru, Negara seharusnya membuat
standardisasi terhadap aturan remisi yang berkeadilan,
harmonis dengan peraturan perundang-undangan, serta
menerapkan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Oleh
karenanya Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan
analisis terhadap:
o Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3614);
o Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang
Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3846);
2. Diberikan atau tidak diberikannya remisi terhadap
terpidana ada pada putusan hakim
Remisi adalah pengurangan hukuman yang menjadi
wewenang hakim dan remisi bukan bagian dari pembinaan.
Sehingga remisi perlu diatur dalam Undang-Undang.
Diberikan atau tidak diberikannya remisi terhadap
terpidana ada pada putusan hakim, sehingga Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia tinggal melaksanakan putusan itu
3. Segera merevisi UU Nomor 12 Tahun 1995
Oleh sebab itu pemerintah bersama stakeholder segera
merevisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3614), dengan mengatur, antara
lain:
Pertama, faktor-faktor yang wajib dipertimbangkan hakim
dalam memutus Kedua, dengan memperhatikan factor-faktor pertimbangan
tersebut maka putusan hakim harus jelas dan tegas
4. Compasionate release sebagai upaya mengurangi
overcapacity dan biaya pembinaan
Pemerintah perlu menyiapkan peraturan tentang "daftar
napi berisiko rendah" terhadap calon tahanan yang segera
dilepaskan lebih awal (“lowrisk list” of candidates for early
release”) dari “compassionate release.” Peraturan itu selain
dapat mengurangi overcapacity juga mengurangi biaya
pembinaan narapidana
|
Lokus Provinsi | Lokus Kabupaten/Kota | Temuan Penelitian/Data Lapangan | Keterangan (Saran & Kebijakan) | Lokus Provinsi | Lokus Kabupaten/Kota | Temuan Penelitian/Data Lapangan | Keterangan (Saran & Kebijakan) |
---|